Caption foto : pengasuh pondok bersama para kyai dan santri

mediapetisi.net – Pertemuan Kyai, Santri dan Fatayat NU Se-Jatim dalam rangka Seminar Workshop Untuk Pengendalian Tembakau dibuka oleh Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Dr. KH. Salahuddin Wahid. Dihadiri Kadinkes Provinsi Jatim, Dosen UI, Ketua Bidang Kesehatan Fatayat NU, Ketua PW Fatayat NU Jatim, , Forpimcam, Perwakilan Kyai NU se- Jatim dan Pelajar SMA Wahid Hasyim. Bertempat di Aula Gedung Yusuf Asyari lantai III PP Tebuireng Desa Cukir Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang. Sabtu (20/7/2019)

Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Dr. KH. Salahuddin Wahid menyampaikan jumlah perokok pemula semakin meningkat,  hampir 88,6 persen perokok mulai menghisap rokok di bawah usia 13 tahun karena di Indonesia belum ada larangan merokok di bawah umur. Di kalangan masyarakat miskin, rokok dianggap sebagai obat stres dari impitan kemiskinan, kepala keluarga miskin lebih mengutamakan kebutuhan isap asap dari pada memberikan konsumsi gizi yang baik bagi anak-anaknya. Untuk mengefektifkan larangan merokok, Pesantren Tebuireng memberi sanksi hukumannya bersifat mendidik, seperti membersihkan toilet, dapur, ruang makan, dan lain-lain, jelasnya. 

Komite Nasional Pengendalian Tembakau Dr Hakim Samudra Pohan SpOg. mengatakan bahwa satu satunya tempat yang berani mengadakan kegiatan seminar Pengendalian tembakau adalah di Ponpes Tebuireng. Kebudayaan tradisi harus dinomor kesekian kali dan yang terpenting yang di utamakan keselamatan. “Kami mengucapkan terimakasih kepada Gus Sholah karena dapat mempertemukan  perwakilan Kyai  se – Jawa Timur, ujarnya.

Sementara itu, Ir. Ariyana Satya MM.Ph.D Ketua Pusat Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS -UI) mengatakan bahwa pusat kajian jaminan kesehatan nasional menunjukkan bahwa konsumsi rokok pada orang tua dapat mengakibatkan anak stunting, yaitu kondisi kekurangan gizi kronis yang mengakibatkan terganggunya tumbuh kembang anak, kondisi stunting ini juga dapat menyebabkan penurunan kecerdasan atau kognitif anak.

“Pemerintah RI sudah melakukan pemberian bantuan tunai maupun nontunai akan tetapi bantuan tersebut tidak bisa dimanfaatkan oleh penerima, kami berharap kedepan dapat bekerja sama dengan baik,” ungkapnya.

Efri Wahdiyah Nasution (Ketua 3 bidang Kesehatan Fatayat NU) mengatakan Fatayat NU merupakan salah satu organisasi perempuan bagian dari organisasi Islam terbesar di Indonesia yaitu NU, dan menjadikan NU sebagai induk organisasi. Fatayat NU juga mempunyai Program tentang promosi kesehatan, program promosi kesehatan perlu digenjot oleh pemerintah terutama tentang pengendalian rokok, sudah saatnya tenaga medis membiasakan untuk menanyakan pada pasien apakah sebelumnya mereka memiliki kebiasan merokok

“Fatayat NU sangat mendukung kawasan bebas merokok / perokok- pasif jangan sampai merokok di dalam rumah  berdampak kepada kesehatan anak-anak maupun istri yang sedang hamil

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Dr. dr. Kohar Hari Santoso ,Sp.An.KICK.KAP menyampaikan bahwa peran Pondok Pesantren sebagai peran yang sangat penting tentang program kesehatan larangan merokok, karena pondok pesantren sangat terpengaruh kepada santri santrinya maupun di lingkungan Pondok Pesantren. Data dan fakta masyarakat miskin sebagai kelompok terbesar dalam konsumsi rokok, dan konsumsi rokok di kalangan masyarakat miskin semakin memperburuk kemiskinan

“Asap rokok dapat mengganggu penyerapan gizi pada anak, yang pada akhirnya akan mengganggu tumbuh kembang anak. Pengaruh perilaku merokok yang kedua dilihat dari sisi biaya belanja merokok yang membuat orang tua mengurangi jatah biaya belanja makanan bergizi, biaya kesehatan, pendidikan, dan sebagainya,” tegasnya.

Sedangkan dialog interaktif II oleh Dr.Abdillah Hasan (Dosen Universitas Indonesia) mengatakan bahwa Ekonomi industri rokok di Indonesia tidak boleh diserahkan oleh para perusahaan / Industri rokok karena akan merusak kesehatan. Kajian Stratejik dan Global Pusat Kajian Jaminan Nasional Universitas Indonesia, pemuda usia 18-24 tahun yang menjadi perokok aktif sebanyak 33,03 % , disusul oleh usia 39 tahun sebanyak 41,75 %. Sementara perokok paling aktif berada pada usia 25-38 tahun dengan persentase 44,75 %.

“Menaikan harga rokok yang tinggi akan mengurangi pecandu rokok, menaikkan cukai rokok akan menambah devisit pemerintah. Kenaikan angka perokok muda itu disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk soal aturan cukai yang belum efektif, masih adanya ruang publik yang memperbolehkan perokok, dan iklan-iklan rokok yang masih banyak ditemui di lapangan,” pungkasnya. (yun)