Caption Foto : Bupati Jombang saat pimpin Rakor
mediapetisi.net – Bupati Jombang, Hj. Mundjidah Wahab selaku Ketua Tim Gugus Percepatan Penanganan Covid 19 Kabupaten Jombag bersama seluruh Tim Gugus Covid menggelar Rapat Koordinasi dengan Camat se Kabupaten Jombang. Bertempat di Ruang Swagata Pendopo Kabupaten Jombang. Rabu Sore (15/7/2020)
Bupati Jombang Hj. Mundjidah Wahab menyampaikan Rakor dilaksanakan untuk menindaklanjuti Surat Keputusan Menteri Kesehatan Tentang Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Disease 19 atau Covid-19 dengan nomor KMK HK 0107/menkes/413/2020 yang merupakan revisi kelima dengan mencabut Surat Keputusan Menteri Kesehatan KMK 247 tentang revisi keempat.
“Hari ini kita melaksanakan rakor terkait penanganan bagi pasien terkonfirmasi maupun yang reaktif yang ada di ruang isolasi baik yang ada di Indoor, STIKES Pemkab, juga di Aparma. Hal tersebut sebagaimana hasil revisi dari Menkes terkait Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid 19,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, drg. Subandriyah MKP, menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan, sebagainpengarah Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 telah merevisi empat istilah definisi operasional penanganan Covid-19 diantaranya Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), Orang Tanpa Gejala (OTG) dan Kasus Konfirmasi.
“Ke depan istilah itu akan diubah menjadi kasus suspek, kasus probable, kemudian definisi kontak erat, pelaku perjalanan, discarded, selesai isolasi dan kematian. Itu semua revisi kelima yang kemudian mencabut Surat Keputusan Menteri Kesehatan KMK 247 tentang revisi keempat,” jelasnya.
Perbaikan tersebut akan gunakan sebagai pedoman di dalam pencegahan dan pengendalian Covid-19 kedepan agar dapat menjadi pedoman bagi pengendalian Covid-19 baik oleh pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota, termasuk Kabupaten Jombang. Tentunya memiliki pengaruh terhadap sistem pelaporan pada hari-hari berikutnya. Namun secara prinsip dan mendasar, tidak ada perubahan di dalam kaitan identifikasi kasus. Tetap menggunakan basis penegakan diagnosa pemeriksaan antigen dengan Real Time PCR atau menggunakan TCM.
“Secara garis besar, definisi kasus suspek menyinggung tiga kriteria yakni kasus infeksi saluran pernapasan yang akut, di mana di dalam riwayat penyakitnya dalam 14 hari sebelum sakit, orang yang bersangkutan berasal atau tinggal di daerah yang sudah terjadi local transmission atau penularan lokal,” jelas Subandriyah.
Lanjut Subandriyah, dalam 14 hari terakhir pernah kontak dengan kasus sudah terkonfirmasi atau kontak dengan kasus probable. Kontak dalam hal ini adalah kontak dekat. Kontak dekat kurang dari 1 meter tanpa pelindung dengan waktu sekitar lebih dari setengah jam, dan seterusnya.
Apabila melihat pada revisi keempat maka, semua kasus Pasien Dalam Perawatan (PDP) adalah kasus suspek. Termasuk kasus Orang Dalam Pemantauan yang memiliki keluhan ISPA, dan pernah kontak dengan kasus terkonfirmasi positif, maka itu juga masuk ke dalam kasus suspek. Untuk kasus probable, apabila penderita dengan infeksi saluran pernapasan berat disertai gangguan pernapasan ARDS, atau kemudian meninggal dengan hasil uji klinis terpapar Covid.
“Sedangkan kasus probable yang diyakini Covid-19 dalam kondisi berat, namun belum dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosa Covid melalui RT-PCR,” tegasnya.
Dikatakan kontak erat apabila seseorang terlibat kontak dengan konfirmasi positif, atau dengan kasus probable, maka yang bersangkutan masuk ke dalam kelompok kontak erat. Tentunya kasus konfirmasi harus sudah melalui pemeriksaan PCR dan hasilnya positif.
“Semoga dengan adanya Kampung Tangguh, Industri Tangguh, Perusahaan Tangguh, jika semuanya Tangguh dalam melakukan pencegahan dan penanganan Covid-19 dengan pemberdayaan dan kemandirian masyarakat secara bergotong royong akan sangat membantu. Isolasi Mandiri juga bisa dilakukan di Desa atau di Rumah yang ditunjuk oleh Pemerintah tetap ada pengawasan antara Tenaga Kesehatan setempat dan masyarakat,” pungkas Subandriyah. (yn)