Caption foto :Anggota Panwaslu Jombang, Dafid saat ditemui sejumlah jurnalis di Kantor Panwaslu Jombang

JOMBANG :Polemik adanya dugaan penggelembungan surat suara pada pemilihan bupati (Pilbup) Jombang, di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 1 Desa Tambar, Kecamatan Jogoroto, Jombang, pihak Panitia pengawas pemilu (Panwaslu) Jombang, memutuskan bahwa polemik tersebut masuk kategori pelanggaran Kode Etik.

Pelanggaran kode etik tersebut, merupakan hasil klarifikasi Panwaslu Jombang, kepada sejumlah pihak-pihak terkait, termasuk panitia penyelenggara pilkada di TPS tersebut.

“Yang TPS 1 Desa Tambar itu kita dalam rapat pleno memutuskan untuk pidananya itu tidak menindaklanjuti karena, pidanya tidak memenuhi unsur,” kata salah satu Anggota Panwaslu Jombang, Dafid saat ditemui sejumlah jurnalis, Senin (9/7/2018). 

Masih menurut penjelasan Dafid, hal ini sesuai dengan pasal 178 C, bahwa setiap orang tidak berhak memilih, dengan sengaja dalam pemungutan suara menggunakan hak nya lebih dari satu kali.

“Jadi itu di Tambar kita menemukan 25 surat suara kelebihan. Tapi kita sudah klarifikasi semua KPPS, saksi, maupun masyarakat sekitar situ, dan termasuk diatasnya PPS dan PPK, tidak menemukan terlapornya. Dan karena itu untuk pidananya, Panwas tidak menindaklanjuti ke Kepolisian,” papar Dafid.

Akan tetapi, lanjut Dafid, untuk pelanggaran etik nya tetap kita lakukan penerusan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jombang, mengingat kewenangan kode etik penyelenggara itu bearad di KPU. “Itu pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh KPPS, kita meneruskan ke KPU. Dan tadi malam itu kita sudah sampaikan surat kita ke KPU,” tegasnya.

Saat ditanya indicator apakah yang dijadikan dasar kajian untuk memutuskan bahwa ini masuk pelanggaran kode etik, dan bukan masuk ke ranah pidana, Dafid menegaskan bahwa dalam kasus di Tambar, secara administrasinya memang ada prosedur-prosedur yang dilewati, dan panwaslu juga sudah melakukan rekomendasi berupa Pemungutan Suara Ulang (PSU).

“Untuk administrasi kita sudah merekomendasi adanya PSU sudah selesai. Untuk pelanggaran lainnya kita kaji baik itu pidana maupun kode etik, nah untuk pidananya kita sangkakan ada pemilih yang mencoblos lebih dari satu kali, setelah kita klarifikasi kita tidak menemukan terlapornya (red : tersangkanya). Jadi kita tidak menindaklanjuti pidananya, tapi kode etik nya saja, dan itu penyelenggaranya, sesuai dengan aturan ya ketua KPPS yang harus bertanggung jawab,” ungkap Dafid.

Ditanya lebih lanjut sanksi, apa yang akan diterima oleh Ketua KPPS, di TPS Tambar, mengenai adanya pelanggaran kode etik tersebut, Dafid menjelaskan bahwa untuk sanksi itu adalah kewenangan KPU.

“Kita sudah sampaikan ke KPU dan nanti KPU yang member sanksi pada KPPS, entah itu peringatan, atau teguran, atau misalnya tidak digunakan lagi KPPS untuk proses pemilu berikutnya. Dan ini hanya surat penerusan saja surat dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara ke KPU,” katanya.

Imbuh Dafid, untuk pelanggaran kode etik yang dilakukan penyelenggara di tingkat TPS, itu merupakan kewenangan KPU. Dan untuk kode etik itu ada di aturan Undang-undang 7, dimana  terdapat aturan untuk penyelenggara pemilu. 

“Jadi kalau ada KPPS yang melanggar kode etik itu diteruskan ke KPU, tidak sampai ke Dewan Kehormatan karena KPPS adalah penyelenggara adhok (red : sementara). Jadi kelengkapan penyelenggara adhok itu sampai di KPU yang memutuskan. Dan tugas panwas hanya meneruskan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh ketua KPPS, kita teruskan ke KPU untuk KPU yang memutuskan tindak lanjutnya,” tukas Dafid. (elo)