Caption Foto : Kepala Disnaker Jombang didampingi Kabid. HI saat pemaparan
mediapetisi.net – Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Jombang melaksanakan rapat pleno LKS Tripartit Kabupaten Jombang Tribulan 1 tahun 2021 pada hari Senin 5 April 2021. Dihadiri Bupati Jombang, Kabag Ops, Pasi Intel, Anggota tim deteksi dini perusahaan, Ketua Kadin, Ketua Apindo, Badan pengawasan ketenagakerjaan BLK, BPJS Kesehatan, Kepala BPJS Ketenagakerjaan, Dewan pengupahan dan Perwakilan serikat pekerja SPSI, BSBI, SBSI Jombang. Bertempat di Ruang Swagata Pendopo Kabupaten Jombang.
Bupati Jombang Hj. Mundjidah Wahab menyampaikan terima kasih atas terselenggaranya rapat pleno LKS Tripartit Jombang karena sudah didapatkan kesepahaman dan kesepakatan untuk perlindungan bagi pekerja dan serikat buruh dan jaminan keamanan untuk investor di kabupaten Jombang, ucapnya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnaker) Kabupaten Jombang, Purwanto menyampaikan agenda pleno tersebut membahas mengenai program dan agenda kerja LKS Tripartit tahun 2021, garis besar Peraturan Pemerintah 35 tahun 2021, dan program jaminan kehilangan pekerjaan. Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit merupakan forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur Pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja/serikat buruh.
“Tidak hanya itu, agenda Plano juga membahas mengenai isu strategis ketenagakerjaan menjelang idul Fitri dan pembinaan syarat kerja terpadu. Agenda kerja LKS tripartit tahun 2021 yang pertama penguatan kelembagaan LKS tripartit, kedua monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan ketenagakerjaan, ketiga pencegahan dan penanganan perselisihan hubungan industrial serta yang keempat evaluasi pelaksanaan agenda kerja,” jelasnya.
Garis besar atau substansi Peraturan Pemerintah (PP) 35 tahun 2021 dilakukan berdasarkan undang-undang pasal 2 sampai dengan pasal 17 tentang perjanjian Kerja waktu tertentu, undang-undang pasal 18 sampai pasal 20 tentang alih daya waktu, undang-undang pasal 21 sampai pasal 30 tentang kerja dan waktu istirahat, undang-undang pasal 36 sampai pasal 59 tentang PHK, dan undang-undang pasal 61 sampai dengan pasal 62 tentang pengenaan sanksi.
“Perjanjian kerja berakhir apabila pekerja atau buruh meninggal dunia, berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja, selesainya suatu pekerjaan tertentu, adanya putusan pengadilan atau putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dan adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja,” terang Purwanto.
Sedangkan hubungan kerja dalam alih daya itu berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Perusahaan alih daya yang mempekerjakan pekerja atau buruh berdasarkan PKWT, dalam perjanjian kerjanya harus menyerahkan pengalihan perlindungan hak bagi pekerja atau buruh apabila terjadi pergantian perusahaan alih daya dan sepanjang objek pekerjaannya tetap ada.
“Untuk program jaminan kehilangan pekerjaan memiliki tujuan mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat pekerja atau buruh kehilangan pekerjaan serta prinsip penyelenggaraan yang asuransi sosial. Program jaminan kehilangan pekerjaan juga memiliki manfaat seperti uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja. Pendanaan pun berasal dari iuran dari pemerintah pusat dan sumber pendanaan lainnya, penyelenggaranya pun ada dua yakni BPJS ketenagakerjaan dan pemerintah pusat,” tegas Purwanto.
Purwanto mengatakan bahwa peserta jika p adalah warga negara Indonesia yang telah diikutsertakan dalam program jaminan sosial sesuai penahapan kepesertaan dalam Peraturan presiden nomor 109 tahun 2013, belum berusia 54 tahun dan mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha baik PKWT maupun PKWTT.
“Penerima JPK adalah pekerja atau buruh yang yang di PHK, pekerja yang berkeinginan bekerja kembali, hilangnya hak JKP namun hak atas manfaat JKP diajukan paling banyak 3 kali selama masa usia kerja, serta masih memiliki masa iur BPJS ketenagakerjaan paling sedikit 12 bulan dalam 24 bulan dan membayar iuran 6 bulan berturut-turut sebelum terjadi PHK,” ungkapnya.
Sementara itu, bagi pengusaha yang tidak patuh Jamsos ketenagakerjaan sampai dengan 3 bulan maka pengusaha membayar manfaat terlebih dahulu setelah melunasi kewajiban jaminan sosial dapat me-reimbese. Sedangkan yang tidak mengikutsertakan atau tidak memenuhi persyaratan keikutsertaan program JKP, maka membayar manfaat sebagaimana peraturan perundang-undangan.
“Apabila terjadi ketidakpatuhan maka akan mendapatkan sanksi yang sesuai dengan ketentuan PP No. 86 tahun 2013 dan UU BPJS, sanksi administrasi diberikan pada ketentuan kewajiban mendaftarkan pekerja, pelaporan perubahan data peserta, kewajiban pembayaran iuran serta pelaporan data upah,” ucap Purwanto.
Kepala Bidang Hubungan Industrial Rika Paur Fibriamayusi menambahkan terkait isu strategis menjelang idul Fitri yakni kondisi perekonomian global yang belum sepenuhnya pulih akibat pandemi covid 19 berdampak langsung pada sektor ketenagakerjaan, terdapat indikasi gerakan penolakan pembayaran THR secara dicicil dari pihak SP atau SB, aturan terkait mekanisme pembayaran THR tahun 2021 masih dalam pembahasan tripartit nasional. Potensi terjadinya peningkatan angka pengangguran yang disebabkan masih adanya kultur di kalangan pekerja sektor domestik untuk berhenti atau berganti pekerjaan pada saat sebelum dan sesudah hari raya.
“Meskipun pemerintah secara resmi telah melarang mudik namun tetap ada potensi pergerakan tersebut utamanya untuk pekerja menuju Jombang hal ini berkaitan dengan pelaksanaan libur nasional. Langkah tindak lanjut dan antisipasi dalam hal tersebut kami meningkatkan fungsi tim deteksi dini perusahaan rawan, penguatan fungsi dewan pengupahan, pembahasan dalam forum tripartit,” pungkasnya.(lis)