Caption foto :Mohamad Nasir, peternak ayam petelor

JOMBANG :Cuaca ekstrim di bulan Juli tahun ini, membuat sejumlah peternak ayam petelor harus mengalami penurunan produktifitasnya. Hal ini dikarenakan, banyaknya penyakit yang menyerang ayam petelor di musim ini. Sedangkan untuk memperoleh vaksin untuk ayam petelor para peternak ini mengaku kesulitan.

Hal ini diungkapkan oleh salah satu peternak ayam petelor, asal Dusun Bogem, Desa Grogol, Kecamatan Diwek, Jombang, M. Nasir. Saat ditemui dikanadang, miliknya Nasir, mengaku bahwa cuaca ekstrim ini, cukup mempengaruhi produktifitas ayam petelor dikandangnya.

“Cuaca memang ada pengaruh, akibat cuaca ekstrim itu bisa menimbulkan penyakit, akhirnya produksi menjadi turun. Sedangkan ketersediaan antibiotic juga sulit didapatkan,” ujar Nasir, pada sejumlah jurnali, Jumat (13/7/2018).

Selain cuaca, Nasir mengaku bahwa adanya penerapan aturan baru oleh pemerintah tentang, larangan penggunaan antibiotik untuk mengeliminir bakteri merugikan saluran pencernaan agar mendapatkan bobot badan serta rasio konversi pakan yang lebih baik, juga dianggap mempengaruhi turunnya produksi telor ayam di kandangnya. Dan hal inilah yang menjadi pemicu naiknya harga telor.

“Harga telor naik karena diperlakukan larangan penggunaan Antibiotic Growth Promoter (AGP), pada pemelihara ayam, sehingga memelihara ayam itu semakin sulit dan membuat produksi telor turun,” ungkap Nasir.

Masih menurut penjelasan Nasir, turunnya produksi telor ayam di kandangnya, saat ini mencapai angka puluhan ton. “Biasanya bisa 90, 93 ton, tapi sekarang hanya 80 ton itu dah mentok, mas,” tegasnya.

Saat ditanya apa langkah yang diambil oleh pihaknya untuk mengatasi cuaca ekstrim dan adanya larangan penggunaan AGP, Nasir menjelaskan bahwa saat ini pihaknya, menggunakan antibiotic herbal, meskipun kualitasnya masih belum maksimal.

“Mau ndak mau peternak harus mencari solusi, termasuk menggunakan antibiotic herbal, tapi ya tidak bisa mendukung produksi seperti AGP,” paparnya.

Banyaknya mutasi virus akibat cuaca ini, mengakibatkan Nasir, harus melakukan pergantian vaksin ayam di kandangnya secara terus menerus, dan hal ini juga memerlukan biaya yang mahal. 

“Adanya mutasi dari penyakit, akhirnya membuat peternak harus berusaha menjadi baik dengan cara ya gonta-ganti vaksin, ganti apa saja untuk menjaga kesetabilan produksi,” terangnya. 

Perlu diketahui, bahwa harga telor dari peternak di kandang ayam petelor, yang sebelumnya Rp 20.000,- per kg, kini naik menjadi Rp 23.500,- per kg. Bahkan saat ini, banyak peternak yang masih belum bisa mengeluarkan produksi telor dari kendangnya ke pasar, karena tingginya harga telor di pasar, berpengaruh pada daya beli masyarakat.(elo)